ARTIKEL BIOLOGI
SISTEM PERTAHANAN TUBUH
Di Susun Oleh :
Nur Mustika Aji Nugroho
XI IPA 1
SMA N 2
WONOSARI
KABUPATEN GUNUNGKIDUL
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat
Tuhan yang Maha Esa, yang atas rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan
penyusunan artikel yang berjudul “Sistem Pertahanan Tubuh”. Penulisan artikel
adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas
mata pelajaran Biologi Semester II di SMA N 2 WONOSARI.
Dalam penulisan artikel ini, kami
merasa masih banyak kekurangan-kekurangan, baik pada teknis penulisan maupun
materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran
dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan pembuatan artikel ini.
Akhirnya kami berharap semoga
artikel ini membantu teman-teman mengetahui secara garis besar tentang Sistem Pertahanan
Tubuh. Terimakasih kami ucapkan atas waktunya untuk membaca artkel kami.
Wonosari,
13 Januari 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
.............................................................................................. 2
Daftar Isi ......................................................................................................... 3
A. Sistem Pertahanan Tubuh pada Manusia ........................................... 4
B. Gangguan Pada Sistem Pertahanan Tubuh ........................................ 14
C. Teknologi Yang Berhubungan Pada Sistem Pertahanan Tubuh .......... 18
D. Gaya Hidup Sehat .............................................................................. 19
A. Sistem Pertahanan Tubuh pada Manusia ........................................... 4
B. Gangguan Pada Sistem Pertahanan Tubuh ........................................ 14
C. Teknologi Yang Berhubungan Pada Sistem Pertahanan Tubuh .......... 18
D. Gaya Hidup Sehat .............................................................................. 19
Daftar Pustaka ............................................................................................. 21
Sistem Pertahanan Tubuh
A.
Pertahanan Tubuh Nonspesifik
Secara garis besar, sistem pertahanan tubuh dibedakan atas
sistem pertahanan tubuh nonspesifik
dan spesifik. Sistem pertahanan
tubuh nonspesifik tidak membedakan mikroorganisme patogen satu dengan lainnya.
Sistem ini merupakan pertahanan pertama terhadap infeksi. Adapun sistem
pertahanan tubuh spesifik bekerja hanya jika patogen tertentu memasuki tubuh
dan telah melewati sistem pertahanan tubuh nonspesifik internal (Campbell,
1998: 852).
Sistem pertahanan tubuh nonspesifik terbagi atas dua jenis,
yaitu eksternal dan internal. Sistem pertahanan tubuh nonspesifik eksternal
meliputi jaringan epitel, mukosa, dan sekresi jaringan tersebut. Sementara itu, sistem pertahanan
nonspesifik internal meliputi pertahanan tubuh yang dipicu oleh sinyal kimia
(kemotaksis) dan menggunakan protein
antimikroba serta sel fagosit.
1. Sistem Pertahanan Tubuh Nonspesifik Eksternal
Pertahanan
tubuh terbesar dan paling mudah dilihat yang menjaga tubuh dari infeksi adalah
kulit. Permukaan kulit mencegah mikroorganisme patogen memasuki tubuh. Kulit
yang utuh, secara normal tidak dapat dimasuki bakteri atau virus. Namun,
kerusakan yang kecil dapat menjadi jalan bagi bakteri dan virus memasuki tubuh.
Membran mukosa pada saluran pencernaan, pernapasan, dan saluran kelamin,
berfungsi juga sebagai penghalang mikroorganisme memasuki tubuh.
Selain
sebagai penghalang secara fisik, jaringan epitel dan jaringan mukosa
menghalangi mikroorganisme patogen dengan pertahanan kimiawi. Sekresi oleh
kelenjar lemak dan kelenjar keringat pada kulit membuat keasaman (pH) permukaan
kulit pada kisaran 3–5. Kondisi tersebut cukup asam dan mencegah banyak
mikroorganisme berkoloni di kulit.
Air liur, air mata dan sekresi mukosa (mukus)
yang disekresikan jaringan epitel dan mukosa, melenyapkan banyak bibit penyakit
yang potensial. Sekresi ini mengandung lisozim, suatu enzim yang dapat
menguraikan dinding sel bakteri. Selain itu, bakteri flora normal tubuh pada
epitel dan mukosa dapat juga mencegah koloni bakteri patogen.
2. Sistem Pertahan Tubuh Nonspesifik Internal
Sistem
pertahanan tubuh nonspesifik internal bergantung pada sel-sel fagosit. Sel-sel
fagosit tersebut berupa beberapa jenis sel darah putih, yaitu neutrofil dan
monosit. Selain sel-sel fagosit, terdapat protein antimikroba yang membantu
pertahanan tubuh nonspesifik internal. Sistem pertahanan tubuh nonspesifik
internal ini menyerang semua mikroba atau zat asing yang dapat melewati
pertahanan terluar tubuh.
a.
Sel Fagosit
Neutrofil
dalam darah putih merupakan yang terbanyak, sekitar 60-70%. Sel neutrofil mendekati
sel yang diserang mikroba dengan adanya sinyal kimiawi (kemotaksis). Neutrofil
dapat meninggalkan peredaran darah menuju jaringan yang terinfeksi dan membunuh
mikroba penyebab infeksi. Namun, setelah sel neutrofil menghancurkan mikroba,
mereka pun akan mati.
Sel
monosit, meski hanya sebanyak 5% dari seluruh sel darah putih, memberikan
pertahanan fagosit yang efektif. Setelah mengalami pematangan, sel monosit
bersirkulasi dalam darah untuk beberapa jam. Setelah itu, bergerak menuju
jaringan dan berubah menjadi makrofag.
Sel mirip Amoeba ini mampu
memanjangkan pseudopodia untuk menarik mikroba yang akan dihancurkan enzim
perncernaannya. Namun, beberapa mikroba telah berevolusi terhadap cara
makrofag. Misalnya, beberapa bakteri memiliki kapsul yang membuat pseudopodia
makrofag tidak dapat menempel. Bakteri lain kebal terhadap enzim pelisis
fagosit dan bahkan dapat bereproduksi dalam sel makrofag. Beberapa makrofag
secara permanen berada di organ- organ tubuh dan jaringan ikat.
Selain neutrofil dan monosit, terdapat juga
eosinofil yang berperan dalam sistem pertahan nonspesifik internal. Sekitar
1,5% sel darah putih merupakan eosinofil. Eosinofil memiliki aktivitas
fagositosit yang terbatas, namun mengandung enzim penghancur di dalam granul
sitoplasmanya. Eosinofil berperan dalam pertahanan tubuh terhadap cacing
parasit. Eosinofil memposisikan diri di permukaan cacing dan menyekresikan
enzim dari granul untuk menghancurkan cacing tersebut.
b.
Protein
Antimikroba
Protein
yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh nonspesifik disebut sistem komplemen. Protein tersebut
dapat secara langsung membunuh mikroorganisme ataupun mencegah reproduksinya.
Terdapat sekitar 20 jenis protein yang termasuk dalam sistem ini. Histamin dan
interleukin termasuk protein ini.
Protein komplemen bersirkulasi dalam darah
dalam bentuk tidak aktif. Jika beberapa molekul dari satu jenis protein
komplemen aktif, hal tersebut memicu gelombang reaksi yang besar. Mereka
mengaktifkan banyak molekul komplemen lain. Setiap molekul yang teraktifkan,
akan mengaktifkan jenis protein komplemen lain dan begitu seterusnya. Aktivasi
protein komplemen terjadi jika protein komplemen tersebut berikatan dengan
protein yang disebut antigen. Antigen telah dimiliki oleh patogen. Aktivasi
dapat terjadi ketika protein komplemen berikatan langsung dengan permukaan
bakteri.
Beberapa
protein komplemen dapat bersatu membentuk pori kompleks yang menginduksi lisis
(kematian sel) pada patogen. Beberapa protein komplemen yang teraktifkan juga
menyebabkan respons pertahanan tubuh nonspesifik yang disebut peradangan (inflamasi). Selain itu,
“menarik” sel- sel fagosit menuju sel atau jaringan yang rusak.
3.
Respons
Tubuh pada Sistem Pertahanan Tubuh Nonspesifik
Infeksi
mikroba patogen direspons oleh tubuh dengan reaksi peradangan (inflamasi) dan
demam. Radang merupakan reaksi tubuh terhadap kerusakan sel-sel tubuh yang
disebabkan oleh infeksi, zat-zat kimia, ataupun gangguan fisik lainnya, seperti
benturan dan panas. Gejala radang dapat berupa sakit, panas bengkak, kulit
memerah dan gangguan fungsi dari daerah yang terkena radang. Bisul, bengkak,
dan gatal merupakan beberapa bentuk peradangan.
Demam
merupakan salah satu respons tubuh terhadap radang. Ketika demam, suhu tubuh
akan naik melebihi suhu tubuh normal. Bakteri, virus, sel-sel kanker, dan
sel-sel yang mati menghasilkan zat yang disebut pyrogen- exogen. Zat tersebut merangsang makrofag dan monosit
mengeluarkan zat pyrogen-endogen yang
merangsang hipotalamus menaikkan suhu tubuh sehingga timbul perasaan dingin,
menggigil, dan suhu tubuh yang meningkat.
Suhu
tubuh yang tinggi menguntungkan karena bakteri dan virus akan lemah sehingga
mati pada suhu tinggi. Metabolisme, reaksi kimia, dan sel-sel darah putih akan
lebih aktif dan cepat sehingga mempercepat penyembuhan. Namun, terdapat efek
lain dari naiknya suhu tubuh ini. Sakit kepala, pusing, lesu, kejang, dan
kerusakan otak permanen yang membahayakan tubuh dapat terjadi akibat naiknya
suhu tubuh.
B.
Pertahanan Tubuh Spesifik
Pertahanan tubuh nonspesifik pada permukaan tubuh disokong
oleh pertahanan tubuh spesifik atau sistem
kekebalan tubuh (imunitas) yang memiliki kekuatan yang lebih besar
menghadapi penyerang (patogen) tertentu. Pertahanan tubuh spesifik ini dipicu
oleh antigen (antibody generating),
zat asing yang menjadi bagian permukaan virus, bakteri, atau patogen lain.
Semua zat asing yang memicu sistem kekebalan tubuh disebut antigen. Antigen
dapat berupa karbohidrat, lemak, atau protein.
Sistem tubuh memiliki
ciri-ciri khusus (spesifik), yaitu mengingat dan mengenali mikroba patogen atau
zat asing. Sistem kekebalan tubuh memiliki kemampuan untuk mengenali dan
menghancurkan patogen dan zat asing tertentu. Sistem kekebalan tubuh bereaksi
terhadap antigen tertentu dengan mengaktifkan sel limfosit dan memproduksi
protein khusus yang disebut antibodi.
Selain pada mikroorganisme patogen, antigen terdapat juga pada zat asing
seperti kulit atau jaringan hasil cangkok organ.
Sistem kekebalan tubuh mampu mengingat antigen yang pernah
menyerang dan telah mempersiapkan diri lebih baik dan efektif jika patogen
tersebut menyerang kembali. Hal ini menjelaskan mengapa jika kita telah terkena
penyakit cacar sewaktu kecil, kita tidak akan terkena lagi di kemudian hari.
Sistem kekebalan tubuh dapat
membedakan molekul atau sel tubuh dari molekul asing (antigen). Antigen dalam
darah yang akan membedakan golongan darah, tidak berbahaya bagi tubuh
pemiliknya. Akan tetapi, jika antigen darah tersebut disuntikkan kepada orang
lain, antibodi individu tersebut akan bereaksi. Kelainan mekanisme ini
berakibat fatal dan menyebabkan kelainan yang disebut autoimunitas.
Kekebalan tubuh yang diperoleh setelah pulih
dari infeksi penyakit disebut kekebalan
aktif (active immunity). Disebut
demikian karena kekebalan tubuh ini bergantung pada respons kekebalan tubuh
orang tersebut. Adapun kekebalan pasif
diperoleh dengan memberikan antibodi dari seseorang yang telah kebal, kepada
orang lain.
Kekebalan aktif terjadi jika kita
pulih dari penyakit, seperti cacar, tetanus, atau campak. Tubuh akan
memproduksi antibodi yang berguna meng- hancurkan mikroba patogen jika mereka
menyerang kembali. Kekebalan aktif ini dikenal dengan kekebalan aktif alami. Adapun kekebalan
aktif buatan didapatkan dengan menyuntikkan antigen bakteri yang tidak
aktif, mikroba mati, atau mikroba yang dilemahkan. Cara ini dikenal dengan
vaksinasi. Dengan vaksinasi,
kekebalan orang tersebut akan aktif membentuk antibodi layaknya orang yang
telah terkena penyakit yang disebabkan antigen tersebut.
Kekebalan tubuh pasif contohnya
terjadi pada bayi yang diberikan air susu pertama (kolostrum) oleh ibunya. Di
dalam kolostrum terkandung berbagai macam antibodi ibu yang melindungi bayi
dari penyakit. Meskipun hanya bertahan untuk beberapa minggu, namun cukup untuk
bayi hingga sistem kekebalan tubuhnya bekerja dengan baik. Kekebalan tubuh
pasif juga dapat dilakukan dengan memberikan antibodi orang yang telah kebal
kepada orang yang sakit. Contohnya, pada penyakit rabies.
Respons sistem kekebalan tubuh
terhadap kehadiran antigen dapat dibedakan atas dua cara, yaitu imunitas
humoral dan imunitas seluler.
1. Imunitas Humoral
Imunitas
humoral menghasilkan pembentukan antibodi yang disekresikan oleh sel limfosit
B. Antibodi ini berada dalam plasma darah dan cairan limfa (dahulu disebut
cairan humor) dalam bentuk protein. Pembentukan antibodi ini dipicu oleh
kehadiran antigen. Antibodi secara spesifik akan bereaksi dengan antigen.
Spesifik, berarti antigen A hanya akan berekasi dengan dengan antibodi A, tidak
dengan antibodi B. Antibodi umumnya tidak secara langsung menghancurkan antigen
yang menyerang. Namun, pengikatan antara antigen dan antibodi merupakan dasar
dari kerja antibodi dalam kekebalan tubuh. Terdapat beberapa cara antibodi
menghancurkan patogen atau antigen, yaitu netralisasi,
penggumpalan, pengendapan, dan pengaktifan
sistem komplemen (protein komplemen).
Netralisasi
terjadi jika antibodi memblokir beberapa tempat antigen berikatan dan
membuatnya tidak aktif. Antibodi menetralkan virus dengan menempel pada tempat
yang seharusnya berikatan dengan sel inang. Selain itu, antibodi menetralkan
bakteri dengan menyelimuti bagian beracun bakteri dengan antibodi. Hal tersebut
menetralkan racun bakteri sehingga sel fagosit dapat mencerna bakteri tersebut.
Penggumpalan (aglutinasi) bakteri, virus, atau sel patogen lain oleh antibodi
merupakan salah satu cara yang cukup efektif. Hal ini dapat dilakukan karena
antibodi memiliki minimal dua daerah ikatan (binding site). Cara ini memudahkan sel fagosit menangkap sel-sel
patogen tersebut. Cara ketiga mirip dengan penggumpalan. Pengendapan dilakukan
pada antigen terlarut oleh antibodi. Hal ini untuk membuat antigen terlarut
tidak bergerak dan memudahkan ditangkap oleh sel fagosit. Cara terakhir
merupakan perpaduan antara antibodi dan sistem komplemen. Antibodi yang
berikatan dengan antigen akan mengaktifkan sistem komplemen (protein komplemen)
untuk membentuk luka atau pori pada sel mikroba patogen. Pembentukan luka atau
pori ini menyebabkan luka atau pori pada sel mikroba patogen. Pembentukan luka
atau pori ini menyebabkan lisozim dapat masuk dan sel patogen tersebut akan
hancur (lisis).
2. Imunitas Seluler
Imunitas
seluler bergantung pada peran langsung sel-sel (sel limfosit) dalam
menghancurkan patogen. Setelah kontak pertama dengan sebuah antigen melalui
makrofag, sekelompok limfosit T tertentu dalam jaringan limfatik akan membesar diameternya. Setelah
itu, berkembang biak dan berdiferensiasi menjadi beberapa sub populasi. Sub
populasi tersebut, antara lain sel T sitotoksik
(cytotoxic T cell), sel T penolong (helper T cell), sel T
supressor (supressor T cell), dan
sel T memori (memory T cell).
Tugas
utama imunitas seluler adalah untuk menghancurkan sel tubuh yang telah
terinfeksi patogen, misalnya oleh bakteri atau virus. Bakteri atau virus yang
telah menyerang sel tubuh akan memperbanyak diri dalam sel tubuh tersebut. Hal
ini tidak dapat dilakukan oleh antibodi tubuh.
Sebenarnya
hanya sel T sitotoksik saja yang dapat menghancurkan sel yang terinfeksi. Sel
yang terinfeksi memiliki antigen asing milik virus atau bakteri yang
menyerangnya. Sel T sitotoksik membawa reseptor yang dapat berikatan dengan
antigen sel terinfeksi. Setelah berikatan dengan sel yang terinfeksi, sel T
sitotoksik menghasilkan protein perforin
yang dapat melubangi membran sel terinfeksi. Dengan adanya lubang, enzim sel T
dapat masuk dan menyebabkan kematian pada sel terinfeksi beserta patogen yang
menyerangnya.
3. Respons Kekebalan Tubuh
Respons
kekebalan tubuh dan memori imunologis terhadap suatu patogen atau antigen dapat
dibedakan atas respons primer dan respons sekunder. Respons primer
merupakan respons kekebalan tubuh yang pertama kali terjadi ketika suatu
antigen tertentu memasuki tubuh. Respons sekunder merupakan respons kekebalan
tubuh ketika antigen yang sama menyerang tubuh kembali untuk kedua kalinya.
Ketika
antigen pertama kali memasuki tubuh, respons sistem kekebalan tubuh tidak
terjadi secara langsung. Diperlukan beberapa hari bagi sel limfosit untuk dapat
aktif. Ketika banyak sel limfosit B terbentuk, konsentrasi antibodi dalam tubuh
mulai terlihat.
Selama keterlambatan ini, individu yang
terinfeksi akan sakit (contohnya demam). Konsentrasi antibodi mencapai puncak
setelah sekitar 2 minggu dari awal infeksi. Saat konsentrasi antibodi dalam
darah dan sistem limfatik naik, gejala sakit akan berkurang dan hilang. Setelah
itu, pembentukan antibodi menurun dan individu tersebut sembuh.
Jika
antigen yang sama menyerang tubuh kembali, antigen tersebut akan memicu respons
kekebalan tubuh sekunder. Respons kedua ini terjadi lebih cepat daripada
respons primer. Respons sekunder juga menghasilkan konsentrasi antibodi yang
lebih besar dan lebih lama.
Selain
imunitas humoral (pembentukan antibodi), imunitas seluler juga berperan dalam
respons kekebalan tubuh sekunder ini. Karena respons kekebalan tubuh sekunder
yang cepat, gejala sakit (demam) tidak terjadi. Oleh karena itu, individu
tersebut dikatakan kebal terhadap penyakit tersebut.
C.
Struktur Sistem Kekebalan Tubuh
Pertahanan Sistem kekebalan tubuh pada organisme tingkat
tinggi, terutama burung dan Mammalia, bertumpu pada sel-sel darah putih
(leukosit). Leukosit dibentuk di dalam sumsum tulang oleh sebuah jaringan
meristematik yang disebut stem cells
(sel induk darah).
Leukosit yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh terdiri
atas fagosit dan limfosit. Fagosit merupakan sel yang
akan menghancurkan benda asing yang masuk dalam tubuh dengan cara menelannya
(fagositosis). Fagosit terdiri atas neutrofil
dan makrofag. Neutrofil terdapat di
dalam darah, sedangkan makrofag mampu memasuki ke dalam jaringan ataupun rongga
tubuh. Limfosit terdiri atas dua jenis, yaitu limfosit B dan limfosit T.
1. Limfosit B
Limfosit
B terbentuk dan dimatangkan dalam sumsum
tulang (bone marrow). Dalam
sumsum tulang, limfosit B berdiferensiasi menjadi sel plasma yang berfungsi bertugas menyekresikan antibodi kedalam
cairan tubuh dan sel limfosit B-memori
yang berfungsi menyimpan informasi antigen. Informasi ini disimpan dalam bentuk
DNA yang dapat memproduksi antibodi yang cocok dengan antigen. Sel limfosit B
hidup dalam jangka waktu yang lama.
2. Limfosit T
Limfosit
T dimatangkan di kelenjar timus. Di kelenjar timus, limfosit T juga
berdiferensiasi menjadi sel T sitotoksik
(cytotoxic T cell), sel T penolong (helper T cell), sel T
supressor (supressor T cell), dan
sel T- memori (memory T cell).
Masing-masing
memiliki fungsi berbeda. Sel T sitotoksik berfungsi dalam membunuh sel yang
terinfeksi. Sel T penolong berfungsi mengaktifkan limfosit B dan limfosit T.
Sel supressor berfungsi dalam mengurangi produksi antibodi oleh sel-sel plasma
dengan cara menghambat aktivitas sel T penolong dan sel T sitotoksik. Sel T
memori diproduksi untuk “mengingat” antigen yang telah masuk ke dalam tubuh.
Jika kelak antigen yang sama menyerang tubuh kembali, maka dengan adanya sel T
memori akan terjadi respons sekunder yang lebih cepat dan kuat. Akibatnya,
sering antigen telah dihancurkan sebelum terjadi demam atau radang.
Baik limfosit B dan limfosit T akan masuk ke
dalam sistem peredaran limfatik atau getah bening. Sel limfosit banyak terdapat
pada sistem peredaran darah limfatik, sumsum tulang, kelenjar timus, kelenjar
limfa, amandel (tonsil), darah, dan dalam sistem pencernaan. Pada proses
transplantasi jaringan, penolakan tubuh donor yang menyebabkan kerusakan
jaringan yang akan ditransplantasikan, dapat disebabkan oleh sel limfosit T.
Hal ini terjadi karena limfosit T menganggap jaringan tersebut bukan bagian
dari tubuh.
3. Anti Bodi
Limfosit
B membentuk sistem kekebalan di dalam cairan tubuh (humor), sehingga efektif
dalam mengatasi infeksi oleh bakteri dan virus yang bersifat ekstraseluler. Sel
Limfosit B dapat membentuk struktur protein khusus, yaitu Immunoglobulin atau disebut juga antibodi. Protein khusus ini
dimigrasikan ke bagian membran sel, kemudian berfungsi mengenali dan mengikat
sel asing atau organisme asing yang ditemui, dan melumpuhkannya. Antibodi pada
dasarnya adalah protein yang sangat spesifik yang terbentuk sebagai respons
dari kehadiran antigen.
Immunoglobin terdiri dari dua rantai ringan (Light Chain, rantai L) dan dua
rantai berat (Heavy Chain, rantai H). Setiap rantai L dan H
terdiri atas dua terminal, yaitu terminal C (Constant) dan terminal V
(Variable). Immunoglobin (disingkat Ig) dibagi menjadi lima kelas, yaitu IgA, IgD, IgE, IgG, IgM.
IgM
merupakan antibodi pertama yang disekresikan sebagai respons kekebalan tubuh.
Setelah mengikat antigen, IgM memicu aktifnya protein komplemen. IgM juga dapat
mengikat antigen atau patogen menjadi gumpalan sehingga memudahkan fagositosis
makrofag.
IgG
mengaktifkan protein komplemen dan menetralkan banyak racun. Jumlah IgG paling
banyak dan tahan lama. IgG merupakan satu-satunya antibodi yang dapat melewati
plasenta dan menjaga janin dengan kekebalan tubuh ibunya. IgG juga disekresikan
dalam kolostrum.
IgA
mencegah masuknya virus atau bakteri melalui jaringan epitel mukosa sistem
pencernaan, pernapasan, dan saluran reproduksi. IgA ditemukan juga pada air
liur, air mata, dan kolostrum. IgE memicu peradangan jika cacing parasit
menyerang tubuh. IgE juga berperan dalam reaksi alergi. IgD tidak mengaktifkan
sistem komplemen dan tidak dapat melewati plasenta. IgD diduga berfungsi dalam
diferensi sel limfosit B menjadi sel plasma dan sel B memori
D. Sistem
Kekebalan Tubuh Berdasarkan Mekanisme Kerjanya
Imunisasi Sistem
kekebalan tubuh berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu:
1.
Imunitas
humoral
Imunitas
humoral yaitu imunitas yang dimediasi oleh molekul di dalam darah yang disebut
antibodi.Antibodi dihasilkan oleh sel B limfosit.Mekanisme imunitas ini
ditujukan untuk benda asing yang berada di di luar sel (berada di cairan atau
jaringan tubuh). B limfosit akan mengenali benda asing tersebut, kemudian akan
memproduksi antibodi.
Antibodi
merupakan molekul yang akan menempel di suatu molekul spesifik (antigen) di
permukaan benda asing tersebut. Kemudian antibodi akan menggumpalkan benda
asing tersebut sehingga menjadi tidak aktif, atau berperan sebagai sinyal bagi
sel-sel fagosit.
2.
Imunitas
selular
Imunitas
selular adalah respon imun yang dilakukan oleh molekul-molekul protein yang
tersimpan dalam limfa dan plasma darah.Imunitas ini dimediasi oleh sel T
limfosit.Mekanisme ini ditujukan untuk benda asing yang dapat menginfeksi sel
(beberapa bakteri dan virus) sehingga tidak dapat dilekati oleh antibodi.
T
limfosit kemudian akan menginduksi 2 hal:
a. Agositosis
benda asing tersebut oleh sel yang terinfeksi
b. Lisis
sel yang terinfeksi sehingga benda asing tersebut terbebas ke luar sel dan
dapat di dilekati oleh antibodi.
3.
Imuniasi
Imunisasi
merupakan suatu keadaan tubuh yang kebal terhadap suatu penyakit. Imunisasi
adalah suatu perlakuan yang menyebabkan seseorang menjadi kebal (imun) terhadap
suatu penyakit. Imunisasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.
Imunisasi
Aktif
Imunisasi
aktif merupakan kondisi pada saat tubuh dapat membentuk imunitas sendiri
terhadap bibit penyakit dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh seseorang
dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri. Contohnya
adalah imunisasi polio atau campak.
b.
Imunisasi
Pasif
Imunisasi pasif merupakan imunisasi yang
terjadi pada saat tubuh memperoleh imunitas dengan cara menyuntikkan serum yang
mengandung antibodi terhadap suatu penyakit ke dalam tubuh. Imunisasi pasif
sering dilakukan dalam keadaan darurat yang diperkirakan tidak ada waktu untuk
pembentukan antibodi yang cukup untuk melawan antigen yang masuk. Contoh
imunisasi pasif yaitu pemberian serum antibisa ular pada orang yang terkena
gigitan ular berbisa.
Walaupun
sistem imun berfungsi melindungi tubuh, tetapi saat sistem ini bereaksi pada
molekul asing dalam lingkungan secara berlebihan akan timbul alergi. Alergi
merupakan respons sistem kekebalan tubuh yang hipersensitif untuk melawan
antigen. Alergi dapat disebabkan oleh beberapa hal, misalnya debu, bulu kucing,
benang sari, dan makanan. Penyebab alergi disebut dengan alergen.
Proses
alergi dimulai ketika alergen masuk ke dalam tubuh. Ketika alergen masuk,
antibodi IgE akan dibentuk seperti halnya sel memori B dan T. Antibodi yang dihasilkan
akan berikatan dengan mastosit. Saat lgE mengikat alergen, mastosit akan
melepaskan butir-butir halus yang disebut histamin. Efek dari pelepasan
histamin tersebut dapat berupa bersin, hidung basah, dan mata berair.
E. Gangguan
pada Sistem Pertahanan Tubuh
Sistem kekebalan tubuh
dapat tidak berfungsi jika sistem ini bereaksi dengan molekul asing dengan
berlebihan. Beberapa contoh di antaranya alergi, autoimunitas, dan AIDS.
1.
Alergi
Reaksi alergi juga
disebut anaphylaxis atau
sensitivitas berlebihan terhadap suatu hal. Anda mungkin pernah merasakan hal
ini. Sebagian orang alergi terhadap bulu, debu, makanan laut, gigitan serangga,
polen (serbuk sari) dan lain sebagainya. Bentuk reaksinya bisa bermacam-macam,
dari mulai bersin, gatal-gatal, pusing, muntah dan diare, bahkan hingga kesulitan
bernapas dan kematian.
Reaksi alergi pertama
kali ditemukan pada tahun 1902 oleh Paul
Portier dan Charles Richet,
ketika mereka menyuntikkan protein dari anemon pada seekor anjing. Ketika
mereka menyuntikkan protein yang sama dengan dosis yang lebih banyak, anjing
percobaan mereka menunjukkan gejala anaphylaxis (hipersensitif terhadap
antigen), hingga akhirnya mati. Pada awalnya, tidak ada tanda-tanda penolakan
apapun pada tubuh ketika protein asing masuk ke dalam tubuh. Pada tahap ini
tubuh mengembangkan imunoglobin (biasanya dari kelas IgE). Ketika protein dari
jenis yang sama memasuki tubuh untuk ke dua kalinya, IgE bereaksi dengan
berikatan pada antigen pada permukaan membran mast cell.
Reaksi ini mendorong mast cell menyekresikan histamin.
Histamin dalam jumlah besar inilah yang menyebabkan berbagai reaksi alergi.
Misalnya saja jika reaksi alergi terjadi pada saluran pernapasan, histamin akan
ditangkap oleh sel-sel otot polos pada rongga pernapasan, yang diikuti dengan
berkontraksinya otot-otot tersebut sehingga terjadi penyempitan saluran
pernapasan. Histamin juga mengakibatkan vasodilatasi, kapiler darah menjadi
lebih permeabel, dan tekanan darah turun. Hal ini mengakibatkan jaringan membengkak.
2.
AIDS
Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS), adalah penyakit yang
disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Penyakit ini diduga
berkembang dari sebuah daerah terpencil di Afrika Tengah, pada tahun 1930. Pada
tahun 1981, virus ini ditemukan merebak di kalangan kaum homoseksual dan para
pengguna obat bius di New York dan California. Sejak tahun 1981, penyakit
tersebut telah menyebar ke seluruh dunia. Diperkirakan 33,6 juta orang dewasa
dan 1,2 juta anak-anak di seluruh dunia mengidap AIDS. WHO memperkirakan sejak
tahun 1981 hingga akhir 1999, telah 16,3 juta orang meninggal karena AIDS, 3,6
juta di antaranya adalah anak-anak di bawah 15 tahun.
AIDS disebabkan infeksi
virus HIV pada sel limfosit T. Ketika virus berhasil menginfeksi sel limfosit
T, virus menggunakan ‘perangkat’ selnya untuk menggandakan diri di dalam sel.
Virus, yang telah menggandakan diri kemudian menghancurkan membran sel dan
meninggalkan sel limfosit T yang lama. Virus-virus ini siap menginfeksi sel
limfosit T yang lain yang masih sehat.
Pada keadaan yang
normal, virus dapat dinonaktifkan oleh sel limfosit T. Namun, ketika sel T
penolong terinfeksi virus, maka ia tidak memiliki kemampuan untuk menjalankan
fungsinya untuk mengenali dan menonaktifkan sel-sel asing yang masuk ke dalam
tubuh.
Jumlah limfosit T pada
orang yang normal rata-ratanya adalah 1.000 sel per mikroliter darah. Ketika
jumlah sel limfosit T pada orang yang terkena AIDS mencapai konsentrasi sekitar
200 sel per mikroliter darah, maka ia akan sangat rentan diserang oleh
penyakit.
Virus HIV yang
menyebabkan AIDS ini menular dari satu orang ke orang yang lain melalui
percampuran cairan tubuh terutama darah. Penggunaan jarum suntik secara
bersamaan, transfusi darah dari penderita, dan hubungan seksual, hingga sejauh
ini diketahui sebagai cara efektif penularan virus HIV ini. Penderita AIDS
meninggal dunia bukan karena virus HIV yang menyerangnya. Beberapa jenis
penyakit yang umumnya berakibat fatal pada penderita HIV adalah sebagai
berikut.
1. Infeksi
jamur, contohnya:
a. Pneumocystis carinii,
yang menyerang paru-paru;
b. Cryptococcus,
yang mengakibatkan penyakit meningitis (radang membran otak);
c. Histoplasma capsulatum,
yang menyerang sistem pernapasan.
2. Infeksi
bakteri, contohnya:
a. Mycobacterium tubercolosis,
yang menyebabkan TBC;
b. Mycobacterium avium,
yang menyebabkan gangguan pada pencernaan.
3. Infeksi
virus, contohnya:
a. virus Cytomegalovirus (CMV),
yang menginfeksi retina mata dan mengakibatkan kebutaan;
b. virus Epstein-Barr (EBV),
yang menyebabkan kanker darah;
c. virus Herpes Simplex (HSV)
yang menyebabkan penyakit Herpes.
4. Sebagian
pengidap AIDS juga mengidap kanker, sebagai konsekuensi dari melemahnya tugas
limfosit T dalam memerangi sel-sel asing, termasuk di antaranya sel kanker.
3.
Autoimunitas
Autoimunitas merupakan suatu keadaan
sistem kekebalan tubuh membentuk antibodi untuk menyerang sel tubuh yang lain,
memper- lakukannya seolah-olah bukan bagian dari tubuh. Sel limfosit T, karena
suatu hal menyerang sel tubuh sendiri.
Kemungkinan penyebab abnormalitas
ini bermacam-macam. Beberapa kemungkinan ditemukan. Di antaranya adalah infeksi
virus pada masa pra natal (sebelum lahir) yang menyerang sistem kekebalan
tubuh. Kemungkinan lainnya adalah ketidakmatangan (immature) sel-sel yang memproses limfosit T di kelenjar thymus.
Pada percobaan tikus yang menderita
autoimunitas, ditemukan bahwa sel yang tidak matang tersebut, mengalami mutasi.
Namun, hal ini belum diketahui apakah terjadi pula pada manusia.
Banyak jenis abnormalitas yang menyangkut
autoimunitas ini. Beberapa di antaranya adalah:
a.
Myasthenia
gravis, yaitu antibodi menyerang otot lurik. Hal ini menyebabkan degradasi otot,
dan berkurangnya kemampuan otot untuk menangkap asetilkolin, zat yang
dilepaskan oleh saraf yang memicu kontraksi otot. Contohnya jika terjadi pada
mata, pandangan atau posisi mata menjadi tidak simetris.
b.
Lupus
erythematosus, yaitu antibodi menyerang sel-sel tubuh yang lain
(secara umum) sebagai sel asing. Penyakit ini sangat sulit dikenali karena
gejalanya sangat umum. Ketika kondisi lingkungan berubah dan kondisi tubuh
melemah, maka serangan antibodi meningkat.
c.
Addison’s
disease, yaitu antibodi menyerang kelenjar adrenalin. Pertama kali ditemukan
seorang dokter Inggris bernama Thomas Addison, tahun 1855. Penyakit ini bisa
disebabkan karena infeksi pada kelenjar adrenalin. Namun ditemukan juga sebab
yang lain, yaitu antibodi menyerang sel-sel yang menghasilkan hormon adrenalin.
Akibat yang ditimbulkan di antaranya mudah merasa lelah, kehilangan berat
badan, tekanan, darah rendah, kadar gula darah yang rendah, rasa perasaan
tertekan, dan peningkatan pigmentasi kulit.
d.
Multiple
sclerosis, yaitu antibodi menyerang jaringan saraf di otak dan tulang belakang.
Bagian saraf yang diserang adalah seludang mielin, yang melapisi sel saraf dan
berperan dalam menghantarkan informasi. Kerusakan mielin ini menyebabkan
berbagai gejala, dari mulai gangguan penglihatan, stres, pusing, dan lain-lain.
e.
Diabetes
mellitus, yaitu type I (Insulin-dependent
Diabetes Mellitus). Antibodi menyerang sel-sel beta di dalam pankreas yang
memproduksi hormon insulin. Akibatnya, kadar gula darah tinggi. Gejala yang
timbul sangat mirip dengan kasus diabetes
Belum diketahui cara atau obat yang
dapat menyembuhkan kelainan- kelainan tersebut. Hingga saat ini pengobatan yang
dapat dilakukan adalah dengan mengurangi kadar gamma globulin dalam darah.
Gamma globulin adalah bagian dari darah yang mengandung antibodi.
4.
Penyakit
Lupus
Penyakit Lupus adalah
penyakit kronis yang merusak sistem kekebalan tubuh (imunitas) dan memengaruhi
berbagai macam jaringan, kulit, persendian, jantung, darah, ginjal, dan otak.
Penderita penyakit lupus sering disebut odipus (orang hidup dengan lupus). Para
penderita penyakit lupus akanmenghidari hal-hal yang Mengakibatkan penyakitnya
kambuh.
5.
Isoimunitas
Isoimunitas adalah
keadaan dimana tubuh mendapatkan kekebalan dari individu lain yang melawan sel
tubuhnya sendiri. Isoimunitas dapat muncul akibat transfusi darah atau karena
cangkok organ dari orang lain.
6.
Sindrom
Kawasaki
Sindrom kawasaki atau kawasaki
disease adalah penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh pada anak-anak
dibawah usia 5 tahun, dan 2 kali lebih sering ditemukan pada anak laki-laki.
Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh
Dr. Tomisaku Kawasaki dari jepang pada tahun 1967 dan saat itu dikenal sebagai
mucocutaneous lymphnode syndrome yang
menyerang selaput lendir, kelenjar getah bening, lapisan pembuluh darah
dan jantung.
F. Teknologi
yang Berhubungan dengan Sistem Pertahanan Tubuh
Ada beberapa kelainan atau gangguan pada sistem kekebalan
tubuh dapat diperiksa atau diatasi. Antara lainnya sebagai berikut :
1.
Antigen
Merupakan
zat kimia asing yang masuk ke dalam tubuh dan dapat merangsang terbentuknya
antibody. Antigen ini memiliki struktur tiga dimensi dengan dua atau lebih determinant site.
Determinant site merupakan bagian dari antigen yang
dapat melekat pada bagian sisi pengikatan pada antibody. Antigen dapat berupa
protein, sel bakteri,atau zat kimia yang dikeluarkan mikroorganisme.
Jenis-jenis antigen:
a. Heteroantigen. Antigen yang berasal dari spesies
lain.
b. Isoantigen. Antigen dari spesies sama tetapi
struktur genetiknya berbeda.
c. Autoantigen. Antigen yang berasal dari tubuh
itu sendiri.
d. Hapten. Merupakan suatu determinant site yang
lepas dari struktur antigen. Hapten hanya dapat berikatan dengan antibody
apabila disuntikkan ke dalam tubuh.
2.
Antibodi (
Imunoglobulin atau Ig)
Merupakan
zat kimia (protein plasma) yang dapat mengidentifikasi antigen. Antibodi
dihasilkan oleh sel limfosit B. Ketika sel limfosit B mengidentifikasi
antigen,dengan cepat sel akan bereplikasi untuk menghasilkan sejumlah besar sel
plasma. Sel plasma lalu akan menghasilkan antibody dan melepaskanya ke dalam
cairan tubuh. Sel limfosit B juga menghasilkan sel memori B, dengan struktur
yang sama dengan sel limfosit B dan dapt hidup lebih lama daripada sel plasma.
3.
Antibody
Poliklonal
Merupakan
Antibodi dihasilkan di dalam tubuh secara alami yang dibentuk merupakan klon
dari sel-sel limfosit dan umum.
4.
Antibody
Poliklonal
Antibodi
yang dibentuk di luar tubuh melalui fusi sel. Merupakan hasil pengklonan satu
sel hibridoma.Berfungsi untuk mendiagnois penyakit kanker dan hepatisis.
Antibodi
memiliki struktur seperti huruf Y dengan dua lengan dan satu kaki.Lengan
tersebut dinamakan antigen dinding site, yakni tempat melekatnya antigen.
Molekul antibody dapat dikelompokkan menjadi lima kelas yakni: IGg, IgA, IgM,
IgD, IgE.
G. Gaya
Hidup Sehat untuk Menghindari Gangguan pada Sistem Pertahanan Tubuh
1.
Mencegah Infeksi
Untuk
mencegah terjadinya infeksi ialah dengan menjaga kebugaran tubuh kita dengan
cara hidup yang baik serta menjaga kebersihan diri dan lingkungan, olahraga dan
istirahat yang cukup dan teratur, rekreasi yang sehat serta imunisasi teratur
dan lengkap khususnya pada anak.
2. Mencegah
Penyakit Ganas
Pencegahan penyakit ganas, Sampai saat ini penyebab
terjadinya kanker belum diketahui dengan pasti. Yang dapat diusahakan saat ini
ialah dengan cara hidup yang baik dengan mengkonsumsi makanan alami yang segar,
menghindari zat-zat kimia sedapat mungkin, menghindari radiasi yang berlebihan dan sebagainya.
3. Menjaga
Kesehatan Hati
Hindari
obat-obatan tertentu seperti yang dapat merusaksistem pertahanan tubuh kecuali
dengan resep/pengawasan dokter.
4. Pada anak usia muda (bayi dan balita) serta orang usia tua, hindarkanlah
kontak dengan seseorang yang menderita infeksi supaya tidak mudah tertular
5. Makan
Makanan yang Bergizi
Untuk mencegah
terjadinya gangguan gizi, makanlah dengan makanan yang memenuhi kebutuhan gizi
seimbang terutama pada anak yang sedang tumbuh.
6. Melakukan
diet nutrisi
7. Stop atau
Berhenti Merokok
8. Melakukan
Olahraga Secara Teratur
9. Menghindari
Stres
D.A
Pratiwi, dkk.2006.Biologi untuk Kelas XI.Jakarta:Erlangga
Suwarno.
2009. BSE. Jakarta: PT Sunda kelapa
pustaka.
Irman
Soemantri.2008.Sistem Pencernaan Makanan.Jakarta:Salemba Medika.
http://
sistem imun/gangguan-dan-penyakit-pada-sistem.html
0 comments:
Post a Comment